"POLITIK KESEHATAN"

"POLITIK KESEHATAN"


BAB
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Kesehatan adalah bagian dari politik oleh karena pelayanan kesehatan merupakan pelayanan publik yang seyogianya tidak hanya dijadikan sebagai kendaraan politik para calon atau kandidat kepala daerah. (Bambra et all, 2005).  Sebuah  studi  yang  dilakukan  Navarro  et all pada tahun 2006 meneguhkan korelasi antara  ideologi  politik  suatu pemerintahan  terhadap derajat kesehatan masyarakatnya, melalui kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintahan tersebut. Konsep kesehatan yang dianut pemerintah kita saat ini, berbuah  pembangunan  kesehatan  yang  berbentuk  pelayanan  kesehatan individu, ketimbang layanan kesehatan komunitas yang lebih luas, program-program karitas yang bersifat reaktif seperti Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) atau pengobatan gratis dan Jampersal.
        Dalam UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 bagian Pembukaan butir b (menimbang);  disebutkan bahwa  setiap  kegiatan  dalam  upaya  untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan. Hal ini menunjukkan  pentingnya pembangunan  kesehatan  dalam  bentuk peningkatan  derajat kesehatan  masyarakat  untuk  mempersiapkan  manusiaIndonesia yang berkualitas dan berdaya saing. Indikator peningkatan derajat kesehatan antara lain adalah meningkatnya usia harapan hidup, menurunnya angka kematian ibu, angka kematian  bayi  dan  balita,  serta  angka  kesakitan  (morbiditas).  Boleh  jadi indikator ini terus menampakkan grafik membaik. Transparansi tidak hanya menyangkut masalah  keuangan, namun  transparansi  dalam  informasi atas pelayanan publik. Sebagai contoh, data mengenai jumlah penderita gizi buruk, jumlah  penduduk  miskin,  rasio  jumlah  penduduk  dengan  jumlah  sarana kesehatan dan prosedur pelayanan dasar maupun rujukan hendaknya diberikan pada publik secara transparan. Untuk  mewujudkan  hal tersebut, tidak bisa tidak, negara harus berperan  aktif. Mengutip Release Media Indonesia  tentang  Politik dan kesejahteraan rakyat , Politik kesehatan adalah kebijakan negara di bidang kesehatan. Yakni kebijakan publik yang  didasari oleh hak yang paling fundamental, yaitu sehat merupakan hak warga negara.
        Untuk mewujudkan hak rakyat itu, jelas diperlukan keputusan  politik yang  juga  sehat,  yang diambil oleh pemerintahan yang juga sehat secara politik. Dengan kata lain, politik kesehatan ditentukan oleh sehat tidaknya politik negara. Hanya pemerintahan  dan DPR yang sakit-sakitan yang senang dan  membiarkan rakyatnya juga sakit-sakitan. Karena sehat merupakan hak rakyat, dan negara pun tak ingin rakyatnya sakit-sakitan, diambillah keputusan politik yang juga sehat. Yaitu, anggaran untuk kesehatan rakyat mendapatkan porsi yang besar,sangat besar, karena negara tidak ingin rakyatnya sakit-sakitan.



1.2 PERMASALAHAN

Dari penjelasan  latar  belakang  diatas,  maka  dapat  dirumuskan beberapa permasalahan pada makalah ini adalah:

1. Pengertian Politik Dan Politik Kesehatan ?

2. Pengaruh Politik Terhadap Kesehatan?

3. Strategi Dan Esensi Politik Kesehatan?

4. Politik Kesehatan Dan Kemiskinan ?



1.3 TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan makalah ini adalah :

1. Mengetahui Pengertian Politik Dan Pengertian Politik Kesehatan

2. Mengetahui Pengaruh Politik Terhadap Kesehatan

3. Mengetahui Strategi Dan Esensi Politik Kesehatan

4. Mengetahui Politik Kesehatan Dan Kemiskinan




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN POLITIK DAN POLITIK KESEHATAN
1. Pengertian Politik
Perkataan politik berasal dari bahasa Yunani yaitu Polistaia, Polis berarti kesatuan masyarakat  yang mengurus diri sendiri/berdiri sendiri (negara),  sedangkan  taia  berarti  urusan.  Dari  segi kepentingan penggunaan, kata politik mempunyai arti yang berbeda-beda. Untuk lebih memberikan pengertian arti politik disampaikan beberapa arti politik dari segi kepentingan penggunaan,  yaitu :

a. Dalam arti kepentingan umum (politics)
Politik dalam arti kepentingan umum atau segala usaha untuk kepentingan umum, baik yang berada dibawah kekuasaan negara di Pusat maupun di Daerah, lazim disebut Politik (Politics)  yang artinya adalah suatu rangkaian azas/prinsip, keadaan serta jalan, cara dan alat yang  akan  digunakan  untuk mencapai  tujuan  tertentu  atau  suatu keadaan yang kita kehendaki disertai dengan jalan, cara dan alat yang akan kita gunakan untuk mencapai keadaan yang kita inginkan.

b. Dalam arti kebijaksanaan (Policy)
Politik adalah penggunaan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang yang dianggap lebih menjamin terlaksananya suatu usaha, cita-cita/keinginan atau keadaan yang kita kehendaki.

c. Jadi politik menurut kami adalah suatu ilmu dan seni mengelola peran.

2. Pengertian Politik Kesehatan
Politik Kesehatan adalah Ilmu dan seni untuk memperjuangkan derajat kesehatan masyarakat dalam satu wilayah melalui sebuah sistem ketatanegaraan yang dianut dalam sebuah wilayah atau negara. Untuk meraih tujuan tersebut diperlukan kekuasaan. Kekuasaan tersebut kelak digunakan untuk mendapat kewenangan yang diperlukan untuk mencapai cita-cita dan tujuan. Oleh karena itu derajat kesehatan masyarakat yang diidamkan adalah  merupakan sebuah  tujuan  yang di inginkan  seluruh rakyat banyak, maka derajat kesehatan hendaknya diperjuangkan melalui sistem dan mekanisme politik.
        Bambra  et  al  (2005)  dan  Fahmi  Umar  (2008)  mengemukakan akan mengapa kesehatan itu adalah politik, karena dalam bidang kesehatan adanya  disparitas  derajat  kesehatan  masyarakat, dimana  sebagian menikmati kesehatan sebagian tidak. Oleh sebab itu, untuk memenuhi equity atau keadilan harus diperjuangkan. Kesehatan adalah bagian dari Politik karena derajat kesehatan atau masalah kesehatan ditentukan oleh kebijakan  yang  dapat  diarahkan  atau  mengikuti  kehendak (amenable) terhadap intervensi kebijakan politik. Kesehatan bagian dari politik karena kesehatan adalah Hak Asasi Manusia.

2.2 PENGARUH POLITIK TERHADAP KESEHATAN
Penentuan kebijakan di bidang kesehatan memang merupakan sebuah sistem yang tidak lepas dari keadaan disekitarnya yaitu politik. Oleh karena itu, kebijakan yang dihasilkan merupakan produk dari serangkaian interaksi elit kunci dalam setiap proses pembuatan kebijakan  termasuk tarik-menarik kepentingan  antara  aktor,  interaksi  kekuasaan,  alokasi sumber daya dan bargaining position di antara elit yang terlibat. Proses pembentukan kebijakan tidak dapat menghindar dari upaya individual atau kelompok tertentu yang berusaha  mempengaruhi  para  pengambil  keputusan  agar suatu kebijakan dapat lebih menguntungkan pihaknya. Semua itu, merupakan manifestasi dari kekuatan politik (power) untuk mempertahankan stabilitas dan kepentingan masing-masing aktor. Bahkan tak jarang terjadi pula intervensi kekuasaan dan tarik-menarik kepentingan politis dari pemegang kekuasaan atau aktor yang memiliki pengaruh dalam posisi politik.
         Pada era globalisasi diperlukan sumberdaya manusia yang berkualitas yang didukung fisik dan mental yang sehat, sehingga mampu berkompetisi paling optimal. Tanpa didukung dengan kesehatan fisik dan mental yang baik, sumberdaya manusia tidak akan mampu berkompetisi dengan optimal. Secara  tradisional  kesehatan  diukur  dari  aspek  negatifilya  seperti  angka kesakitan, angka kecacatan, dan angka kematian. Melalui paradigma sehat, kesehatan sudah tidak lagi dipandang semata - mata sebagai terbebas dari penyakit,  tetapi  sebagai  sumberdaya  yang  memberi kemampuan  kepada individu, kelompok, organisasi, dan masyarakat untuk mengelola bahkan merubah pola hidup, kebiasaan, dan Iingkungannya.
         Berbeda dengan paradigma lama yang berorientasi kepada penyakit, maka paradigma baru berorientasi kepada nilai positif kesehatan, bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup seoptimal mungkin melalui pengurangan dalam penderitaan dan kecemasan, serta peningkatan dalam harkat diri dan kemampuan untuk mandiri, sekalipun dalam  menghadapi  penyakit  yang kronis maupun fatal (Manajemen Strategis Terpadu Bagi Masyarakat Miskin, 1999).
         Saat ini dimana lingkungan sosial, ekonomi, dan politik berada pada situasi krisis, termasuk sektor kesehatan telah membuat masyarakat terutama masyarakat  golongan  miskin  bertambah menderita  karena  semakin  sulit menjangkau fasilitas kesehatan milik swasta maupun pemerintah. Dalam hal ini,  rumah  sakit  sebagai  organisasi  sosial  bertanggung  jawab  terhadap pelayanan kesehatan masyarakat, rumah sakit harus dapat berfungsi sebagai rumah sehat yang melaksanakan kegiatan promotif bagi kesehatan pasien, staf rumah sakit, dan masyarakat di wilayah cakupannya serta pengembangan organisasi rumah sakit menjadi organisasi yang sehat.
         Penerapan  sebagai  rumah  sehat  memerlukan  pendekatan  terpadu dalam pengernbangan organisasi dan tenaga kesehatan. Gerakan rumah sehat akan  menghasilkan  penajaman  pelayanan rumah  sakit  dalam  menunjang gerakan kesehatan bagi semua dan pemberdayaan pasien serta staf rumah sakit (Manajemen Strategis Terpadu Bagi Masyarakat 1999). Masyarakat selalu mengharapkan agar pelayanan rumah sakit, baik. milik pemerintah maupun swasta dapat memberikan pelayanan yang baik dan memuaskan bagi setiap pengguna yang memanfaatkannya, pasien menginginkan fasilitas yang baik dari rumah sakit, keramahan pihak rumah sakit, serta ketanggapan, kemampuan, dan kesungguhan para petugas rumah sakit, Dengan demikian pihak  rumah  sakit dituntut  untuk  selalu  berusaha meningkatkan  layanan kepada pasien.
         Haryono  Wiratno  (1998),  mengatakan  bahwa  kualitas  pelayanan (Service Quality) adalah pandangan konsumen terhadap hasil perbandingan antara  ekspektasi  konsumen  dengan  kenyataan yang  diperoleh  dari pelayanan. Sedangkan kepuasan  adalah persepsi pelanggan terhadap satu pengalaman  layanan  yang  diterima.  Program  kesehatan  di  masyarakat mendapat perhatian tetapi, yang dapat kita pelajari dari makalah ini adalah bahwa banyak kebijakan “bagus” tetapi seperti berada di keranjang sampah. Mereka dibuang begitu saja. Ada contoh peristiwa politik memanfaatkan kebijakan tetapi berbeda dari masalah dan policy option yang sewajarnya lebih baik.
         Muatan politik begitu kuat sehingga kebijakan itu menyeleweng dari relevansi masalah yang dianggap oleh masyarakat dan birokrat. Ada contoh peristiwa politik berhimpitan dengan masalah dan policy option yang relevan dengan stakeholder lain. Politik memiliki pengaruh begitu besar terhadap kebijakan dan pengembangan di bidang kesehatan.


Contoh pengaruh politik terhadap kesehatan

1.    Anggaran kesehatan
Karena sehat merupakan hak rakyat dan negara pun tak ingin rakyatnya sakit-sakitan, diambillah keputusan politik yang juga sehat. Yaitu, anggaran untuk kesehatan rakyat mendapatkan porsi yang sangat besar, karena negara tidak ingin rakyatnya sakit-sakitan. Pemerintah bersama DPR. Membebani impor alat-alat kedokteran dengan pajak yang sama untuk impor mobil mewah, juga keputusan politik.

2.    UU Tembakau; Cukei rokok terus dinaikkan karena konsumsi rokok di Indonesia semakin meningkat.
Biaya ekonomi dan sosial yang ditimbulkan akibat konsumsi tembakau terus meningkat dan beban peningkatan ini sebagian besar ditanggung oleh masyarakat miskin. Angka kerugian akibat rokok setiap tahun mencapai 200 juta dolar Amerika, sedangkan angka kematian akibat penyakit yang diakibatkan merokok terus meningkat. Di Indonesia, jumlah biaya konsumsi tembakau tahun 2005 yang meliputi biaya langsung di tingkat rumah tangga dan biaya tidak langsung karena hilangnya produktifitas akibat kematian dini, sakit dan kecacatan adalah US $ 18,5 Milyar atau Rp 167,1 Triliun.  Jumlah tersebut adalah sekitar 5 kali lipat lebih tinggi dari pemasukan cukai sebesar Rp 32,6 Triliun atau US$ 3,62 Milyar tahun 2005 (1US$ = Rp 8.500,-).

3.    Program Pembatasan Waktu Iklan Rokok
Larangan iklan secara menyeluruh merupakan upaya untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat khususnya anak-anak  dan remaja. Anak-anak dan remaja merupakan sasaran utama produsen rokok. Diakui oleh industri rokok bahwa anak-anak dan remaja merupakan aset bagi keberlangsungan industri rokok. Untuk itu kebijakan larangan iklan rokok secara menyeluruh harus diterapkan untuk melindungi anak dan remaja dari pencitraan produk tembakau yang menyesatkan.
         Pelarangan iklan rokok menyeluruh (total ban) mencakup iklan, promosi dan sponsorship yang meliputi pelarangan (1) iklan, baik langsung maupun tidak langsung di semua media massa; (2) promosi dalam berbagai bentuk, misalnya potongan harga, hadiah, peningkatan citra perusahaan dengan menggunakan nama merek atau perusahaan dan (3) sponsorship dalam bentuk pemberian beasiswa, pemberian bantuan untuk bidang pendidikan, kebudayaan, olah raga, lingkungan hidup, dll.

4.    Program Kesehatan Gratis di Gorontalo
Berdasarkan kemampuan sumber daya dan permasalahan bidang kesehatan, maka dapat diproyeksikan pencapaian program sebagai berikut:

1. Program Promosi Kesehatan dan pemberdayaan Masyarakat; meningkatnya persentase rumah  tangga berperilaku hidup bersih dan sehat menjadi 60%
2. Program Lingkungan Sehat; meningkatnya persentase keluarga menghuni rumah yang memenuhi syarat kesehatan menjadi 75 %, persentase keluarga menggunakan  air bersih menjadi 85 %, persentase keluarga menggunakan jamban memenuhi syarat kesehatan menjadi 80%, dan persentase tempat-tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan menjadi 80 %
3. Program Upaya Kesehatan Masyarakat ; Cakupan rawat jalan sebesar 15%, Meningkatnya cakupan persalinan nakes menjadi 90%, Pelayanan antenatal (K4) 90%, kunjungan neonatus (KN2) 90%, dan cakupan kunjungan bayi menjadi 90 %, pelayana kesehatan dasar bagi gakin di Puskesmas sebesar 100 %, Persentase posyandu Purnama  Mandiri 40 %, Tersedia dan beroperasinya Pos kesehatan desa di tiap desa.
4. Program Upaya Kesehatan Perorangan; Cakupan rawat inap sebesar 1.5 %, Rumah sakit yang melaksanakan pelayaan gawat darurat sebesar 90 %, jumlah rumah sakit PONEK sebesar 75 % dan rumah sakit yang terakreditasi sebanyak 75 %, terselenggaranya pelayanan kewsehatan bagi Gakin di kelas III rumah saki sebesar 100 %.

2.3 STRATEGI DAN ESENSI POLITIK KESEHATAN
Gonjang-ganjing di panggung politik akhir – akhir ini, baik Pilgub ataupun  Pilbup  tak  henti-hentinya  menghiasi  media  massa  baik  Cetak maupun Elektronik. Seolah menjadi sumber berita yang memberikan “ energi lebih” kepada media untuk menjadikannya headline setiap hari.
         Namun disisi lain, berbagai strategi yang telah dilakukan tersebut tetap  tidak  menghentikan lajunya  perkembangan  penyakit  yang  terus memeras keringat para ahli kesehatan untuk mengendalikannya. Masih Terus terdengar banyaknya masyarakat miskin yang tak mampu mengakses layanan kesehatan karena tak ada biaya. Masih banyaknya Balita yang mengalami Gizi buruk. Buruknya mutu pelayanan kesehatan yang diterima masyarakat di Puskesmas dan Rumah sakit pemerintah, serta sejumlah permasalahan pada sektor kesehatan yang menunggu implementasi Visi, misi, dan program para calon pemimpin yang tampak menjanjikan,  namun sungguh sulit untuk direalisasi, akankah kenyataannya seindah janji.
        Anggaran itu sudah pasti merupakan produk politik, karena ditetapkan pemerintah bersama DPR. Membebani impor alat-alat kedokteran dengan pajak  yang  sama  untuk  impor  mobil  mewah, juga  keputusan  politik. Membiarkan  dokter  menumpuk  dan  berebut  cuma  di  kota  besar,  atau mengatur penyebarannya berdasarkan  kepentingan Daerah, contoh lain buah keputusan politik, singkatnya, politik  kesehatan atau kebijakan kesehatan memang akhirnya ditentukan oleh keputusan politik. Kalau kehidupan politik di suatu Daerah tidak sehat, jangan harap kesehatan masyarakat di daerah itu akan diurus dengan sehat pula. Politik yang sakit akan membiarkan rakyatnya sakit. Contoh paling nyata yang terjadi dalam  penetapan  anggaran untuk kesehatan,  menteri  kesehatan mengajukan  rancangan anggaran  kepada  presiden  yang  kemudian  akan  dibahas  bersama DPR karena  dalam  penetapan Anggaran  Belanja  Negara  DPR mempunyai wewenang dalam menyetujui maupun menolak  terhadap rancangan yang d iajukan tersebut.

2.4 POLITIK KESEHATAN DAN KEMISKINAN
Kemiskinan  merupakan  salah  satu  dimensi  yang  sangat  menjadi perhatian dalam konteks politik kesehatan. UUD kita menegaskan bahwa masyarakat miskin ditanggung oleh negara termasuk dalam hal jamianan pelayanan kesehatannya. Berkaitan dengan hal itu menarik untuk menelaah tulisan A. Maulani (peneliti Pusat studi Asia pasifik , UGM) yang dimuat di situs  Antaranews.com.  Dia mengutip  pernyataan  mantan  Menkes  Siti Fadillah Supari “Tuntut rumah sakit yang tidak mau menerima pasien yang memiliki  kartu  Jamkesmas  (Jaminan  Kesehatan  Masyarakat).  Kalau masyarakat  miskinnya  yang  tidak  punya  Jamkesmas,  tuntut  Pemdanya”, dalam sebuah rapat kerja dengan DPRRI (9/02/09). Pernyataan keras tersebut dengan jelas memperlihatkan bahwa banyak lembaga kesehatan yang hanya berorientasi  ekonomi  semata,  yang  kurang  berpihak masyarakat  miskin. Mereka selalu saja menjadi korban bahkan bulan-bulanan oleh sebuah sistem. Kesehatan dalam konteks ini hanya dipandang sebagai perkara medis belaka. Fungsi sosial yang seharusnya juga diemban RS ternyata terkikis oleh hasrat penumpukan laba semata.
        Dengan jumlah 35 juta lebih orang miskin di Indonesia, maka sudah saatnya Negara mengambil prakarsa untuk melindungi mereka agar berbagai lembaga kesehatan serta hal lain yang terkait seperti rumah sakit, poliklinik, puskesmas,  harga  obat,  serta  dokter  tidak  justru  menjadi  mesin  yang menggilas mereka yang miskin dan menjadikan siklus kemismikan kian tak berujung. Itulah kira bentuk politik kesehatan yang harus dijalankan Negara. Seperti dikatakan Jeffrey Sachs dalam buku The End of Poverty (2005) bahwa banyak hal yang menyebabkan seseorang akan semakin terperangkap dalam “jebakan kemiskinan”. Salah satunya adalah tiadanya human capital di mana salah  satu  variabelnya  adalah  dalam  wujud  akses  kesehatan  yang memadai dan terjangkau. Mengapa komitmen Negara dalam bentuk politik kesehatan menjadi penting? Perlu dicatat bahwa kondisi orang miskin di negeri ini sudah berada dalam kondisi seperti yang digambarkan James C. Scott  (1983):  seperti  orang  yang  terendam  dalam  air  sampai  ke  leher, sehingga ombak yang kecil sekalipun akan menenggelamkannya. Ombak kecil dalam konteks ini saya kira bisa berupa mahalnya biaya rumah sakit dan juga obat-obatan.
        Pada titik inilah penting mengkorelasikan hubungan antara  sektor kesehatan  dan  kebijakan politik  sebagai  bentuk  konkrit  dari  kebijakan kesehatan.  Banyak  bukti  yang  menunjukkan bagaimamana  kemiskinan ternyata ikut memperkeruh persoalan kesehatan. Data Indeks Pembangunan Manusia  (Human  Development  Indeks/HDI)  yang  memasukkan  tiga parameter penting dalam menghitung tingkat kesejahteraan, yaitu pendidikan, kesehatan,  dan  ekonomi. menunjukkan  bahwa  peringkat  kesejahteraan Indonesia pada tahun 2010 berada di urutan 124 dari 185 negara. Dibanding Negara-negara ASEAN.
        IKM ini mengukur kualitas SDM melalui beberapa indikator yang berupa presentase penduduk di bawah garis kemiskinan, angka buta huruf, proporsi penduduk yang kemungkinan meninggal sebelum 40 tahun, proporsi penduduk tidak mempunyai akses terhadap air bersih, serta persentase balita dengan  gizi  buruk.  Mencermati  data  tersebut  tampaknya  sudah  saatnya kebijakan-kebijakan  ekonomi  yang  diambil  pemerintah  juga mempertimbangkan  implikasi-implikasinya terhadap  sektor  kesehatan. Pemukiman  yang  sehat,  nutrisi  yang  lebih  baik,  serta  keringanan biaya kesehatan adalah salah satu bentuk implementasinya. Karena itu, rumah sakit, baik negeri maupun swasta, harus  didorong untuk  melaksanakan  proyek penanganan kesehatan khusus di daerah-daerah miskin. Karena itu program Depkes  yang  bersinggungan  langsung  dengan masyarakat  kecil  seperti program Desa Siaga yang mensyarakatkan adanya Poskesdes (Pos Kesehatan Desa)  di  dalamnya,  Program  Poskestren  (Pos  Kesehatan  Pesantren), Musholla  Sehat, dan  juga  Posyandu  perlu  didorong  dan  dikawal keberlangsungannya sebagai bentuk komitmen pada dunia kesehatan.
        Satu hal yang kira penting diketahui bahwa untuk masyarakat yang tinggal  dipedesaan  yang terpencil  atau  pedalaman  akses  pada  layanan kesehatan adalah barang langka. Karena itu keberpihakan pemerintah dalam bentuk politik kesehatan untuk mendahulukan serta melindungi mereka yang kurang mampu kiranya adalah salah satu wujud affirmative action dibidang kesehatan. Sekali lagi, adalah naïf bila perkara kesehatan lagi-lagi diserahkan pada  mekanisme  pasar  bebas. Maka  peran  paling  minimal  yang  bisa dilakukan Negara adalah lewat kebijakan publik, yang oleh Evans (1998) disebut sebagai custodian role. Yakni sebuah peran Negara untuk melindungi, mengawasi  serta  mencegah  prilaku  segelintir  kelompok  yang  dapat merugikan masyarakat banyak. Dalam konteks kesehatan, maka pemerintah wajib  melakukan  kontrol  atas  pelayanan kesehatan  yang  merugikan masyarakt miskin. Status miskin sama sekali tidak bisa menghapus tugas Negara untuk menjamin perlindungan atas mereka, apalagi jaminan untuk hidup dalam lingkungan yang sehat. Masyarakat miskin akan terus-menerus menjadi  korban  bila  kesehatan  hanya  diukur berdasarkan  kemampuan seseorang dalam mengeluarkan biaya. Karenanya keberpihakan Negara yang tegas dan jelas harus dibangun agar keseimbangan hidup rakyat yang selama ini tersisih dan terkoyak bisa pulih kembali.
        Penjelasan diatas secara jelas menunjukkan hubungan yang sanga terat antara poltik kesehatan dan  kemiskinan. Tentu para pemimpin politis baik di tingkat Pusat maupun daerah memahami betul konteks peran negara (pemerintah)  dalam  mencover  jaminan  kesehatan  bagi  penduduk  miskin sebagai bentuk tanggung jawab politik, terutama berdasarkan pada isu-isu yang diungkapkan saat kampanye. Bila ini tidak diperhatikan dan dibenahi, pemerintah  akan  berutang  kepada masyarakat.  Politik  kesehatan  yang dilaksanakan  secara  sehat,  sistematis,  dan  sesuai  dengan prinsip  good governance tentunya akan selalu menjadi harapan  bagi masyarakat yang telah memilihnya sebagai pemimpin.



BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
1. Politik dalam arti kepentingan umum adalah suatu rangkaian azas/prinsip, keadaan serta jalan, cara dan alat yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau suatu keadaan yang kita kehendaki disertai dengan jalan, cara dan alat yang akan kita gunakan untuk mencapai tujuan yang kita inginkan.
2. Politik  memiliki  pengaruh  begitu  besar  terhadap  kebijakan  dan pengembangan di bidang kesehatan
3. Politik Kesehatan adalah Ilmu dan seni untuk memperjuangkan derajatkesehatan  masyarakat dalam  satu  wilayah  melalui  sebuah  sistemketatanegaraan yang dianut dalam sebuah wilayah atau Negara
4. Politik kesehatan atau kebijakan kesehatan memang akhirnya ditentukanoleh keputusan politik. Kalau kehidupan politik di suatu Daerah tidaksehat,  jangan  harap  kesehatan  masyarakat  di daerah  itu  akan  diurusdengan sehat pula. Politik yang sakit akan membiarkan rakyatnya sakit.
5. Kemiskinan ternyata ikut memperkeruh persoalan kesehatan.

3.2 SARAN
Jika ada kesalahan dan kekeliruan pada makalah ini maka  kami mohon kritik maupun saran yang sifatnya membangun dari pembaca demi kesempurnaan kedepannya.


  

DAFTAR PUSTAKA
file:///D:/politik_kesehatan/10567-strategi-dan-esensi-politik-kesehatan-.html
file:///D:/politik_kesehatan/Kesehatan%20Politik%20dan%20Politik%20Kesehatan%20%C2
          %AB%20Gagasan%20Hukum.htm
http://id.shvoong.com/law-and-politics/politics/1935230-pengertian-politik/#ixzz1ohcTATsu
http://www.scribd.com/doc/39385574/Pengaruh-Politik-Thd-Penetapan-Kebijakan-Kesehatan


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Administrasi Perbekalan

Analisis Tindakan Tidak Berintegritas Studi Kasus Dugaan Malpraktik dr. Ayu dkk di RSUP Kandou Malalayang, Manado

TUGAS WAWASAN IPTEK "APLIKASI SIKDA GENERIK"